Wednesday, May 8, 2019

Pimpin Sidang DK PBB, Menlu Retno Banggakan Pasukan Perdamaian RI

Menlu Retno - Indonesia menjadi Presiden Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) guna Mei 2019 dan memimpin sidang kesatunya. Dalam sidang tersebut, Menlu Retno Marsudi bicara soal peran pasukan perdamaian.


Sidang Dewan Keamanan PBB ini dilangsungkan pada Selasa (7/5/2019) di New York, Amerika Serikat. Sidang ini dilakukan dalam format open debate atau debat tersingkap di mana seluruh anggota PBB, baik anggota DK PBB maupun non-anggota DK PBB dapat muncul dan mengucapkan pendapatnya.


Indonesia yang sah menjadi anggota tidak tetap DK PBB semenjak 1 Januari 2019 mengusung tema "Investing in Peace: Improving Safety and Performance of UN Peace Keepers". Tema ini diusung oleh Indonesia sebab adanya insiden Mali pada bulan Januari kemudian yang memperjelas bahwa kurangnya komitmen politik dan pun persiapan yang tidak matang dapat dominan pada keselamatan dan performa dari pasukan penjaga perdamaian.


"Ini merupakan dalil Indonesia guna percaya sepenuhnya untuk pasukan penjaga perdamaian, percaya dapat mempersiapkan mereka dengan baik dan mengerjakan investasi untuk performa mereka," papar Retno dalam debat tersingkap Dewan Keamanan PBB, New York, seperti dikatakan dalam penjelasan dari Kemlu yang dikutip hidupdomino, Rabu (8/5/2019).


Retno mengemukakan prestasi pasukan perdamaian PBB Indonesia. Salah satunya ialah cerita Mayor Gembong yang kini bertugas di tujuan perdamaian di Kongo (MONUSCO). Mayor Gembong sukses melakukan reunifikasi family terdampak perang dengan mengerjakan dialog dengan semua pemimpin masyarakat maupun keluarga.


"Dia (Mayor Gembong) menonton keluarga yang terpisah sebab terjadinya konflik dan lantas mengambil inisiatif untuk mengerjakan reunifikasi keluarga. Bersama dengan timnya, mereka bercakap-cakap dengan pemimpin masyarakat dan kepala suku serta dengan family untuk memperbolehkan para eks-kombatan untuk berubah menjadi bagian dari masyarakat," tuturnya.


Melalui inisiatif ini, Retno laporkan terdapat 422 eks-kombatan yang sukses kembali untuk keluarganya. Ia pun menekankan bahwa keterampilan pasukan penjaga perdamaian tidak melulu mengenai kiat militer tapi pun kemampuan berkomunikasi.


"Memang, keterampilan para pasukan penjaga perdamaian mestilah lebih dari keterampilan dasar militer. Tapi pun ditambahkan dengan soft skills laksana komunikasi dan membina kepercayaan," lanjut Retno.


Kemampuan berkomunikasi semua pasukan penjaga perdamaian juga diperlukan untuk menyerahkan rasa nyaman untuk korban perang yang merasakan trauma. Pasukan penjaga perdamaian wanita terbukti lebih efektif dalam menangani urusan ini. Retno menuliskan terjadi penambahan sebesar 20% atas partisipasi wanita dalam keikutsertaan mengawal perdamaian.


"Pasukan penjaga perdamaian wanita lebih efektif dalam memenangkan hati dan benak masyarakat lokal sebab mampu membuat rasa nyaman untuk mereka yang merasakan trauma konflik. Ini adalahsebuah bukti yang nyata bahwa partisipasi wanita dalam proses perdamaian meningkat bisa jadi 20% dari proses perdamaian yang sudah berlangsung," katanya.


Indonesia ketika ini telah mengantarkan lebih dari 100 orang penjaga perdamaian perempuan. Melihat pentingnya wanita dalam proses perdamaian, Indonesia pun meningkatkan wanita tidak melulu para penjaga perdamaian tapi pun para diplomat muda.


"Di samping pasukan perdamaian perempuan, Indonesia pun berkomitmen guna terus menambah peran perempuan sebagai agen perdamaian. Oleh sebab itu, kami mengadakan sebuah Regional Training on Women Peace and Security di Jakarta bulan lalu. Pelatihan ini diselenggarakan untuk semua diplomat muda wanita yang terdapat di area Asia Tenggara," papar Retno.


Tidak melulu pelatihan guna perempuan, Indonesia pun menawarkan diri guna dijadikan pusat pelatihan pasukan perdamaian internasional dengan kehadiran Indonesia Peace and Security Center (IPSC) di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Hal dimaksudkan guna menunjang performa pasukan perdamaian di lapangan dalam menghadapi kendala yang lebih perumahan dari sebelumnya.


"Ini memerlukan investasi dalam pelatihan dan pembentukan kapasitas, didukung oleh kerja sama negara-negara anggota. Yakinlah, Indonesia sudah siap guna itu. Kami pun berkeinginan menawarkan Indonesia Peace Keeping Center guna dijadikan sebagai pusat pelatihan internasional," tutup Retno.

No comments:

Post a Comment